Langsung ke konten utama

Surat Penerimaan Pengunduran Diri Mencintai

Hai Dana. Sudah lama sejak kita pernah saling dekat. Aku telah membaca surat pengunduran diri darimu. Dan aku menerima semua itu. Meski dalam beberapa kalimat aku merasa terpojok. Merasa bahwa aku begitu jahat padamu. Merasa bahwa akulah tokoh antagonisnya di sini. Jujur saja aku menangis kala membaca surat itu. Kau benar. Aku mungkin tak peka. Bahwa kebohongan yang kupikir akan membuat semuanya baik-baik saja. Ternyata malah melukaimu begitu dalam.

Aku tahu kau pria yang baik. Orang yang akan mengusahakan apapun untukku. Tapi kau perlu tahu satu hal. Tak mudah bagiku untuk menentukan pilihan. Tak mudah bagiku untuk kemudian berpaling darimu. Jika kau tanya apakah aku pernah merasa mencintaimu sekali saja? Wanita mana yang tak luluh hatinya jika mendapatkan perhatian sedemikian rupa darimu. Jika kau pikir perhatian manis dariku itu hanya dusta. Kau salah, ada masa ketika sebenarnya perasaanmu kubalas. Meski kau mungkin tak tahu.

Wanita tidak bisa sama seperti pria, Dana. Mereka punya banyak hal untuk dipertimbangkan. Punya banyak hal untuk dipikirkan. Bagiku menjalin sebuah komitmen bukan hanya perkara cinta. Bukan pula masalah harta atau romantisme. Jika aku boleh jujur aku tidak butuh semua itu. Aku tidak butuh kau menjadi Dilan bagiku (yang katanya romantis). Aku butuh kau apa adanya. Kau yang bisa menerimaku sebagaimana mestinya. Dan aku tak pernah bisa mengatakannya padamu.

Kau boleh menuntutku memberi jawaban. Itu hakmu. Tapi seingatku, kaulah yang mundur teratur tanpa sempat bertanya apapun padaku. Kau mungkin telah menerka jawabanku lewat asumsimu. Hingga kau tak lagi butuh bertanya padaku. Itu juga hakmu. Jika kau bertanya mengapa aku kemudian hanya diam. Tidak berusaha memberimu penjelasan. Jawabannya singkat. Sudahlah, aku tidak ingin memperkeruh masalah. Aku menghargai hakmu untuk tidak lagi ingin mendengar penjelasanku. Aku tahu kau telah muak.

Jika kau bertanya bagaimana perasaanku saat ini. Sulit bagiku untuk mengatakannya dengan tepat. Sebab kuyakin banyak orang yang sepakat dengan rasamu, sepakat dengan kesedihanmu. Dan enggan memposisikan diri sebagai aku. Merasakan dilematisnya menjadi aku.
Aku sedang duduk manis di depan jendela saat menulis surat ini. Memandang cakrawala yang mulai gelap. Apa kau pernah merasa hidupmu dirundung mendung? Mungkin itu adalah masa-masa ketika kau patah hati. Dan aku yang setiap hari patah hati.

Ah entahlah. Aku mulai bicara tak jelas. Ada banyak hal yang ingin kusampaikan padamu tapi entah mengapa segalanya seakan menguap begitu saja. 

Oh iya. Jika kau penasaran dengan dia yang dekat denganku. Kau perlu tahu. Dia sama sekali bukan orang yang lebih baik darimu. Jika kau bertanya apa statusku dengannya. Sama sekali tak ada. Katakan aku bodoh. Iya aku bodoh. Aku merelakanmu yang dengan tulus mencintaiku, demi pria tidak jelas juntrungannya seperti dia. Kau tahu? Kadang cinta benar-benar membuat aku buta. Dan aku yang dibutakan oleh cinta ini telah membuangnya ke laut.

Jangan salah paham. Aku tidak akan memintamu kembali seperti dulu. Aku ingin kau tahu. Di luar sana banyak orang yang membenciku. Bilang bahwa aku ini sok cantik, sok laku, cewek nggak bener karena begitu mudahnya menolakmu demi pria lain. Sungguh, mereka hanya orang yang tidak mengerti duduk perkaranya tapi kemudian berani menghakimi.

Pada akhirnya, Dana aku berhutang maaf padamu. Maafkan aku tidak bisa memenuhi keinginanmu. Tidak bisa membalas perasaanmu dengan penuh. Tidak bisa berkata yang sejujurnya padamu. Ada terlalu banyak beban yang kubawa. Sehingga membuatku terlupa, penting bagiku untuk meminta maaf padamu. Dan terimakasih atas perhatian tiada ujungnya  yang selama ini kau berikan padaku. Aku bahagia sekaligus beruntung pernah dicintai oleh orang baik sepertimu.

Satu hal lagi, ini bukan kalimat buatanku. Entah siapa yang membuatnya. Tapi kurasa kalimat ini mewakili seluruh rentetan kisah kita. "Kau tahu? Di dunia ini akan ada orang-orang yang tidak bisa kau menangkan hatinya. Tidak peduli seberapa keras kau berusaha" Ketahuilah aku tidak bermaksud mengejekmu dengan kalimat itu. Ini untuk ribuan bahkan jutaan orang di luar sana. Aku ingin bilang bahwa cinta bukan hanya perkara memiliki tapi juga tentang merelakan. Dan aku bersyukur bahwa engkaulah yang mencintaiku. Entah kau sadari atau tidak, tapi aku merasa bahwa kau memahami betul hal itu.

Pergilah,Dana. Lupakan aku yang telah melukaimu. Terbanglah mencari cinta yang lain. Jika ada takdir untuk kita. Kita akan dipersatukan dengan cara yang tidak pernah bisa kau pikirkan.

Akhiri masa-masa patah hatimu. Semoga di luar sana kau temukan seseorang yang bisa membalas perasaanmu tanpa kau minta. Seseorang yang bisa menjawab tanyamu sebelum kau tanya. 

Dari aku Dini. Orang yang pernah berharga di hatimu. Dan orang yang telah melukai hatimu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup Tanpa Perayaan

  Ada seorang perempuan bernama Cantik. Dulu ketika lahir sang ibu menamainya cantik, supaya kelak jadi putri yang cantik. Tapi rupanya ketika menamai anaknya, sang ayah lupa mengaminkan doa tersebut. Cantik seorang perempuan yang pukul 20:20 malam ini akan genap berusia 22 tahun. Orang-orang tidak akan mengira gadis kecil yang tingginya semampai (baca: seratus lima puluh tak sampai ) itu sudah akan berkepala dua lebih dua. Kulitnya bersih tapi tidak putih, giginya tidak beraturan, ia terbiasa jalan dengan punggung sedikit bungkuk, tapi namanya tetap Cantik dan meski penampilan parasnya demikian orang-orang tetap memanggilnya Cantik. Di kerumunan orang kau akan mudah menemukannya, ia kecil dan berpakaian seperti orang dari sepuluh tahun lalu. Pakaiannya sama sekali tidak mengikut tren fashion kekinian.   Cantik mengaku bahwa diam-diam ia adalah orang yang rebel . Dari kecil ada banyak tuntutan dan komentar dari orang-orang di sekitarnya. Ketika ia memakai baju yang sama ke...

Surat Pengunduran Diri Mencintai

Teruntuk kau... Aku terbaring di kamar kecilku. Semua yang kurasa adalah pengap, gelap, dan sesak. Ini perihal 'kau' dan dia. Barangkali kau tak tahu bagaimana rasanya menunggu. Jika ada yang bilang cinta harus dikatakan. Itu benar. Dan aku sudah mengatakannya padamu. Kupikir kau penganut 'cinta dalam diam'. Maka tak apalah hubungan kita tetap seperti ini asal kita selalu dekat. Tapi ternyata kau lebih rumit dari fisika. Yang kuharap hanyalah sederhana. Aku bukan detektif hebat yang bisa membaca kode-kode cantik darimu. Aku juga bukan superhero yang selalu hebat dalam hal mencintaimu. Bukan pula orang sakti yang kebal dari patah hati. Aku hanya orang biasa, yang dengannya aku mencintaimu. Semua orang tahu itu, dan aku yakin kau juga. Aku masih ingat saat kau minta dibelikan ramen . Dan akupun datang ke rumahmu dengan membawa ramen kesukaanmu. Aku tidak bermaksud mengungkit-ungkit kejadian lalu. Tidak. Aku hanya ingin bilang. Hal-hal seperti itulah yang bisa kulak...

Mati Rasa

“Karena nggak semua cerita harus berakhir bahagia. Nyatanya dikehidupan nyata lebih banyak kisah yang berakhir tragis katimbang cerita yang berakhir bahagia.” “Kok udah matahin semangat sebelum berjuang sih?” “Ya, aku bicara fakta aja. Hidup itu nggak segampang novel-novel picisan yang kamu baca.” “Tapi nggak ada salahnya kan berjuang?” “Nggak ada sih, asal kamu tahu aja kapan waktunya berhenti.” *** Dear nitijen... Juru ketik dan otak-atik kata ini sedang kehilangan huruf, kata, dan kalimat. Disebabkan oleh move on yang kelewat berhasil, penyihir (penyihir= penyair wanita) ini telah kehilangan paragraf-paragraf mendayu. Alinea-alinea penuh romansa yang membangkitkan rasa. Atau dalam ilmu persihiran, penyihir ini telah kehilangan tongkat sihirnya. Dalam rangka membangkitkan kata cinta yang telah mati. Izinkan penyihir abad 21 ini bernostalgia... *** Di awali pagi yang cerah. Mendung-mendung hitam di langit berarak pergi sebab senyumku terlalu silau untuk mereka kalah...