Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2019

Perihal Menangis

Saya heran pada diri sendiri, saya ini wanita tapi sulit sekali mengeluarkan air mata alias menangis. Orang bilang wanita itu dapurnya air mata, cengeng, gampang sekali meneteskan air mata. Tapi kok saya tidak. Saya masih ingat sekali, dulu saat anak lain dengan mudah menangis karena jatuh dari sepeda, atau karena kalah dalam permainan, saya tidak bisa menangis karena hal-hal itu. Mungkin alasannya karena ketika saya jatuh anak lain yang bersama saya akan tertawa, dan saya paling benci hal itu. Bagi saya itu penghinaan. Iya saya kecil dulu sudah berpikir begitu. Maka dari itu saya memilih untuk tidak menangis. Menangis adalah sebuah kecerobohan dalam berekspresi. Sepanjang ingatan saya — setelah saya tahu bahwa emosi harus dikendalikan, saya hanya pernah menangis di depan orang lain ketika saya jatuh dari sepeda sewaktu saya kecil dimana bibir saya sobek dan kaki saya tersangkut di ruji sepeda. Ketika ayah saya menasihati saya sewaktu SMP karena nilai saya anjlok--yang ini ...

Pelajaran Membenci

Semenjak saya tahu jika 2 ditambah 2 bisa jadi lima saya mulai belajar tentang segala kemungkinan dalam hidup. Saya tak lagi melihat hanya dengan dua mata tapi enam mata. Saya belajar bahwa kebenaran tidak hanya dinilai dari hitam dan putihnya. Ada banyak warna lain yang saya sendiri juga bingung akan dinilai dan dimaknai sebagai apa. Semenjak saya tau jika 2 ditambah 2 bisa jadi sepuluh, indera pendengar dan perasa saya bekerja puluhan kali lebih sensitif dan entah kenapa segala perkataan baik terdengar lebih menyakitkan. Akhir-akhir ini saya lebih menyukai perkataan kotor dengan segala kebrengsekannya dan kejujurannya yang kelewat batas. Ah, andaikan saja . Kata-kata bijak dan segala hal yang mencoba mengungkapkan bahwa segalanya akan baik-baik saja, sabar saja, semua akan indah pada waktunya dan bla-bla-bla. Hei, coba lihat dan dengar sekali lagi, kalimat khayali seperti itu lebih terdengar seperti lagu nina bobo yang sengaja dinyanyikan untuk sejenak lupa dari realitas dan ke...

Pengakuan

Halo! Ini aku yang kemarin berjanji akan kembali. Sudah empat bulan sejak postingan terakhir yang berjudul “ Pascacinta .” Sudah banyak hal berlalu, dan aku sudah berkembang pesat dalam rangkaian emosi-emosi negatif. Huh... aku sejenak menghela napas melihat postingan-postingan blog ini dari awal hingga yang paling akhir. Betapa munafiknya aku menyembunyikan diri dibalik topik kebucinan, yang sebenarnya sangat jauh dari watak asliku. Yah dalam hal tulis-menulis kita memang bisa memilih untuk jadi apa saja. Tapi kali ini biarkan Rumik yang berbicara. Jujur saja aku yang bucin lebih kalian sukai daripada aku yang serius seperti ini. Tapi buat apa pula kalian menyukaiku saat aku sendiri membenci diriku ‘yang itu’.  Jadii... sebelum bercerita biarkan aku menyeduh teh terlebih dahulu. Lalu membiarkan kepulan uapnya bersetubuh dengan suhu ruangan yang panas ini lalu berubah jadi ketiadaan. Dan ceritapun bermula.... Jujur saja seumur jagung hidup saya ini, saya hanya...