Semenjak saya tahu jika 2
ditambah 2 bisa jadi lima saya mulai belajar tentang segala kemungkinan dalam
hidup. Saya tak lagi melihat hanya dengan dua mata tapi enam mata. Saya belajar
bahwa kebenaran tidak hanya dinilai dari hitam dan putihnya. Ada banyak warna
lain yang saya sendiri juga bingung akan dinilai dan dimaknai sebagai apa.
Semenjak saya tau
jika 2 ditambah 2 bisa jadi sepuluh, indera pendengar dan perasa saya bekerja
puluhan kali lebih sensitif dan entah kenapa segala perkataan baik terdengar lebih
menyakitkan. Akhir-akhir ini saya lebih menyukai perkataan kotor dengan segala
kebrengsekannya dan kejujurannya yang kelewat batas. Ah, andaikan saja.
Kata-kata bijak dan segala hal yang mencoba mengungkapkan bahwa segalanya akan
baik-baik saja, sabar saja, semua akan indah pada waktunya dan bla-bla-bla.
Hei, coba lihat dan dengar sekali lagi, kalimat khayali seperti itu lebih
terdengar seperti lagu nina bobo yang sengaja dinyanyikan untuk sejenak lupa
dari realitas dan kepenatan berpikir.
Semenjak saya tahu bahwa kalimat tanya seperti, “Habis
tidur siang ya?” tidak sesederhana kedengarannya. Saya mulai berpikir
jangan-jangan kalimat-kalimat lain juga begitu. Jangan-jangan ada maksud lain
dibalik perkataan seperti;
“Gapapa, santai
aja!”
“Kamu udah bekerja
keras kok!”
“Gapapa biar aku
aja!”
Saya jadi teringat
kalimat curhatan ibu tentang bapak. Tentang bagaimana mereka akhirnya bisa
menikah dan melahirkan orang macam saya. Tidak ada yang lebih melukai hati
selain kenyataan bahwa diam-diam ibu menyesal telah menikah. Dan saya yang
diam-diam merasa bersalah telah ditakdirkan untuk lahir. Mungkin jika saya tak
ditakdirkan untuk lahir ibu saya tak akan menikah dengan bapak saya.
Sejak saya melihat
ibu saya tak pernah lagi berbincang hangat dengan adiknya di suatu pagi, saya
tahu bahwa variabel di dunia ini tidak terbatas. Saya jadi terbiasa mendengar
orang mencaci seperti memuji, saya jadi terbiasa melihat orang-orang terlihat
begitu akrab padahal di belakang mereka saling membenci. Saya menjadi sangat
terbiasa melihat orang lain berpura-pura ceria padahal di balik itu semua
mereka menyimpan cerita duka dan masih sering menangis sendirian. Saya tahu itu
semua. Dan saya membencinya.
Saya
membenci kenyataan bahwa saya bagian dari orang-orang ini. Bahwa saya hidup di
tengah-tengah mereka. Bahwa saya juga turut mengenakan topeng yang sama. Saya membenci
diri saya karena saya hanya diam, karena saya begitu pengecut hingga tak mampu melakukan apapun. Saya membenci
diri saya sendiri sebab hingga akhir saya tak menemukan sesuatu yang dapat dibenci selain diri
sendiri. Saya tak menemukan hal lain yang bisa disalahkan selain diri saya
sendiri.
Ketika kebencian
saya ini sampai pada puncaknya, saya baru mulai berpikir jangan-jangan selama
ini sebenarnya saya membenci untuk melindungi diri saya sendiri. Jangan-jangan
sebenarnya saya membenci hanya untuk melindungi diri saya dari
prasangka-prasangka baik yang terlalu naif. Dari memalukannya terlalu percaya
pada orang lain. Atau jangan-jangan saya membenci untuk menyembunyikan luka,
tentang seberapa kecewanya saya terhadap seseorang, tentang seberapa naifnya
saya mengartikan muka-muka bertopeng itu.
Pada akhirnya saya
tau, saya hanya membenci diri saya sendiri. Tak pernah orang lain. Itu hanya
alibi yang mungkin saya buat-buat. Bahwa saya hanya sedang kecewa pada diri
saya sendiri yang belum kuat, yang masih sering rapuh dan goyah. Bahwa saya
sendiri belum memiliki cukup nyali untuk membenci orang lain. Mungkin karena
itu pada akhirnya saya memilih untuk bersikap peduli atau mungkin sebenarnya belajar
bersikap munafik?
.
.
.
“Wah, pelik juga
hidup kau! Sehabis bikin pengakuan kini bilang benci segalanya.”
“Hemm. Kan hidup
memang begitu, suka ngajak bercanda dengan cara yang tidak lucu.”
“Ahh.. bukan tidak
lucu. Selera humormu saja yang kurang berkualitas!”
“....”
Minggu, 27 Oktober 2019
21:20
Ditulis di sebuah tempat di mana
segala hal bermula.
Tulisanmu berkualitas, betina 😇
BalasHapusTerima kasih telah berkunjung 😊
HapusSemakin merangkak naik.
BalasHapusKaryamu juga kutunggu lho😍
HapusSemangat terus. Jangan kasih kendorr 🥰
BalasHapus❤️
Hapus